Meski menjadi tulang punggung perekonomian negara, permasalahan UMKM di Indonesia masih ada terutama di era digital. Sejumlah isu bisa diselesaikan dengan mudah, tetapi UMKM masih kurang kuat untuk mengatasi semuanya sendirian.
Jangan lewatkan artikel ini untuk memahami lebih dalam tentang permasalahan UMKM di Indonesia.
Digitalisasi yang dianggap sebagai solusi, malah membuat sejumlah UMKM makin pusing. Akan tetapi, permasalahan UMKM di era digital tidak boleh diremehkan dan perlu dicari solusinya.
IFC (International Finance Corporation) mengestimasi bahwa 40% UMKM di negara berkembang memiliki kebutuhan pembiayaan yang belum terpenuhi sebesar $5,2 triliun setiap tahunnya atau 1,4 kali lipat pinjaman UMKM global saat ini (World Bank Group, 2019). Beberapa lembaga keuangan mengharuskan begitu banyak persyaratan sehingga UMKM sulit memenuhinya dan akhirnya tidak mendapat modal tambahan.
Crowdfunding (urunan dana) yang terbagi menjadi reward dan equity kemungkinan bisa menjadi solusi. Dengan crowdfunding, pelaku UMKM berkesempatan untuk mendapat dana dari pihak nonperbankan seperti masyarakat umum dan investor. Cari tahu dari OJK mengenai lembaga crowdfunding yang telah memperoleh izin operasional supaya lebih aman.
Beban birokrasi dan prosedur perizinan yang rumit di Indonesia membuat banyak pelaku UMKM enggan mengurus izin usaha. Padahal hal ini turut berpengaruh saat pengajuan modal usaha.
Setidaknya, Anda harus memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) yang berfungsi sebagai bukti sah dari pemerintah. Anda hanya perlu melengkapi beras-berkas yang diperlukan dan SIUP akan diterbitkan berdasarkan domisili usaha. Jangan khawatir karena pengajuannya gratis dan bisa dilakukan secara daring dan luring.
Menurut PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI, tingkat adopsi teknologi digital di kalangan UMKM masih tergolong rendah, yakni hanya 13%. Kita tidak bisa begitu saja menyalahkan mereka karena kondisi “gaptek” (gagap teknologi) ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor misalnya lokasi wilayah dan kondisi ekonomi.
Untuk menjembatani jarak antargenerasi, sebaiknya para generasi muda berbagi ilmu dengan generasi tua atau mereka yang kurang mampu dengan penyuluhan mengenai teknologi. Ke depannya, makin banyak UMKM yang mampu mengoptimalkan teknologi digital untuk mengoperasikan bisnis mereka. Jika memerlukan bantuan digital, tim Digiten siap membantu kapan saja.
Tidak terhitung lagi banyaknya UMKM yang menjual produk yang sama atau mirip, baik secara online maupun offline. Mereka yang hanya ikut tren akhirnya tidak berkembang dan lambat laun terpaksa gulung tikar. Harga dan kualitas yang tidak sepadan dan kurangnya promosi membuat pembeli bosan dan permintaan menurun.
Mau tidak mau, pelaku UMKM harus terus berinovasi dengan menawarkan produk/jasa yang unik, salah satunya dengan memanfaatkan media sosial. Jika promosinya konsisten promosi dan layanan pelanggan bagus, Anda mungkin bisa bersaing dengan merek global dan perusahaan besar dan bertahan lebih lama.
Walaupun pada tahun 2024 jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 79,5% (APJII, 2024), tetapi sebagian besar masih didominasi oleh Pulau Jawa. Selain itu, kemampuan SDM dalam hal digitalisasi masih kurang). Bayangkan besarnya dampak yang terjadi jika SDM yang kurang terlatih terpaksa menerima kualitas infrastruktur yang apa adanya.
Masyarakat dan pemerintah perlu sama-sama menyadari dan mengingatkan satu sama lain mengenai pentingnya memahami kondisi UMKM saat ini. UMKM harus up to date dan terus belajar agar usahanya bisa maju. Pemerintah juga harus segera menyediakan infrastruktur berkualitas dan merata di seluruh wilayah Indonesia.
Sebagai pelaku bisnis, jadikan permasalahan UMKM di Indonesia sebagai tantangan untuk menjadi lebih baik. Digitalisasi justru menawarkan peluang untuk berkembang dan bertransformasi. Dengan kerja sama berbagai pihak, UMKM Indonesia pasti bisa lebih maju.